Pembagian penduduk dalam hukum perdata

Bagaimana kondisi atau keadaan hukum perdata di Indonesia saat ini ? Keadaan Hukum Perdata di Indonesia dari dahulu sampai dengan sekarang tidak ada keseragaman ( Pluranisme ). Hal ini dikarenakan adanya kebijakan tentang pembagian penduduk di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1.   WNI asli ( dahulu Bumi Putera ) berlaku Hukum Perdata Adat, yaitu keseluruhan aturan-aturan hukum yang tidak tertulis. Namun ada beberapa pasal dalam KUH Perdata dan KUHD yang dinyatakan berlaku bagi WNI asli tersebut, yaitu :
a.   Pasal-pasal yang berhubungan dengan pembagian kerja lama, yaitu: pasal 1601 tentang : persetujuan-persetujuan untuk melakukan jasa-jasa yang diatur dalam ketentuan-ketentuan khusus;1602 tentang kewajiban majikan dalam membayar upah pada buruh;1603 tentang kewajiban-kewajiban buruh. Selain itu ada juga pasal-pasal tentang perjanjian kerja baru yang khusus berlaku bagi golongan Eropa, yaitu pasal-pasal yang terdapat dalam Titel 7 A Buku III BW ).
b.   Pasal-pasal tentang permainan dan pertauran ( perjudian ) yaitu pasal-pasal: 1788 ( Undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan); 1789 ( Dalam ketentuan tersebut  di atas tidak termasuk permainan-permainan yang dapat dipergunakan untuk olah ragam, seperti main anggar lari cepat dsb); 1790 ( Tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan-ketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan utang ) dan 1791 ( Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya sekali-sekali tak diperbolehkan menuntutnya kembali kecuali apabila dari pihaknya pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan ).
c.   Pasal-pasal dari KUHD tentang Hukum Laut
2.   WNI Keturunan Eropa berlaku Hukum Perdata Barat, termasuk WvK. Adapun yang dimaksud golongan Eropa menurut Soediman Kartohadiprodjo ( 1987:58) adalah :
a.   semua warga negara Nederland
b.   kesemuanya orang, tidak termasuk yang disebut (1) di atas yang berasal dari Eropa
c.   Kesemuanya warga negara Jepang
d.  Kesemuanya orang di luar 1 dan 2 yang hukum keluarganya sama dengan hukum Belanda
e.   Anak-anak dari 2 dan 3 yang lahir di Indonesia                                                                                                                     
2.   WNI Keturunan Timur Asung :
a.   Non Tionghoa : Berlaku Hukum Perdata yang ditetapkan berdasarkan Lembaran Negara 1925 nomor 556 yaitu yang memberlakukan sebagian dari BW dan WvK, yaitu bagian-bagian yang mengenai Hukum Harta Kekayaan dan Hukum Waris yang dengan surat wasiat. Yang lainnya berlaku Hukum Adatnya, yaitu menurut Jurisprudensi tetap di Indonesia ialah Hukum Perdata Adat dari orang-orang Timur Asing yang tumbuh di Indonesia.
b.   Tionghoa : Diberlakukan Hukum Perdata sebagaimana diatur dalam LN 1925 nomor 557 yaitu berlaku seluruh Hukum Perdata (BW) dan WvK dengan pengecualian dan penambahan :
1)  Pengecualiannya : Pasal-pasal mengenai upacara perkawinan dan mengenai pencegahan (penahanan ) perkawinan dari BW tidak berlaku bagi mereka ,karena mereka tetap tunduk kepada hukum adatnya sendiri.
2)  Penambahannya : Peraturan-peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi) dan Kongsi (badan perdagangan ). Lembaga adopsi ini menjadi sangat penting mengingat masayarakat Tionghoa menarik garis keturunan laki-laki, sementara dalam BW tidak diatur mengenai lembaga adopsi.
            Untuk mengurangi masalah pluralisme hukum perdata di Indonesia, Pemerintahan Kolonial Belanda mengeluarkan serangkaian kebijakan yang termuat dalam pasal 131 IS. Kebijakan ini dikenal dengan nama politik hukum  pemerintah Belanda yang lengkapnya berbunyi :
1.   Hukum Perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana ) harus diletakkan dalam kitab-kitab undang-undang yang dikodifisir ( asas kodifikasi )
2.   Untuk golongan bangsa Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordasi )
3.   Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur asing (tionghoa,Arab dsb ) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapat menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa.
4.   Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri (onderwepen).
5.   Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
            Dengan demikian jelaslah, bahwa pasal 131 IS memuat dasar politik hukum mengenai hukum perdata, hukum pidana serta hukum acara perdata dan pidana. Dalam ayat (2) pasal 131 IS disebut perkataan “ Europeanen” (sub a ) dan Indonesiers en Vreemde Oosterlingen ( sub. b ), dengan ketentuan nampak, bahwa IS dalam politik hukumnya tidak bersandar pada satu hukum, melainkan menentukan akan berlakunya lebih dari satu sistem hukum di Indonesia. Sistem Hukum untuk Europeanen “ dan sistem hukum untuk Indonesiers dan Vreemde Oosterlingen, yaitu yang menurut penjelasan pasal 131 ayat (1) dinyatakan, jikalau ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, dalam peraturan umum dan peraturan setempat, dalam aturan-aturan, peraturan polisi dan administrasi diadakan perbedaan antara golongan Eropah, golongan Pribumi dan Golongan Tmur Asing, maka kesemuanya ini dijalankan menurut aturan-aturan.
Selain melalui kebijakan politik hukum, juga dikenal adanya penundukkan diri. Penundukan Diri sebagaimana diatur dalam Stb. 1917 nomor 12 ada 4 macam, yaitu :
1.   Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa
2.   Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa, yaitu hanya pada hukum kekayaan harta benda saja, seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing.
3.   Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu

4.   Penundukan diri secara diam-diam.

0 Response to "Pembagian penduduk dalam hukum perdata"

Post a Comment